Polisi Tangkap Pemuda Yang Menggunakan Kaos PKI Di Lampung

Hasil gambar untuk kaos pki di lampung

BANDAR LAMPUNG -- Setelah sempat viral di media sosial (medsos), video seorang pemuda mengenakan baju kaos merah berlogo palu arit bersama rekan perempuannya dicokok aparat berwenang, dari Polres Metro Lampung, di sebuah warung es kelapa muda, Jumat (24/11). Dua lelaki dan perempuan muda tersebut terlibat adu mulut dengan seorang mahasiswa yang menegur lelaki tersebut karena menggunakan baju berlambang PKI tersebut.

Jajaran Polres Metro langsung bergerak untuk melacak lelaki yang menggunakan kaos berlogo palu arit tersebut. Menurut Wakapolres Metro Kompol Reza CAZ, setelah videonya viral dan kejadiannya di wilayah hukum Polres Metro, petugas langsung mencarinya dan berhasil menemuinya serta menyita kaosnya. "Petugas langsung menyelidikinya," katanya kepada wartawan, Jumat (24/11).

Keterangan yang diperoleh, lelaki yang mengenakan baju kaos berlogo palu arit dalam video yang viral di medsos facebook dan instagram pada sepanjang Kamis (23/11) tersebut berusia 23 tahun, warga Telukbetung Utara, Bandar Lampung. Sedangkan rekan perempuannya berusia 25 tahun warga Hadimulyo, Metro.

Dalam video seorang mahasiswa menegur lelaki yang memakai baju kaos bergambar palu arit saat mereka membeli dua bungkus es kelapa muda di sebuah warung di Kota Metro, Lampung. Namun, teguran tersebut disahut rekan perempuannya. Mahasiswa tersebut menanyakan sejarah kelam PKI di Indonesia tersebut, dan menanyakan dari mana lelaki tersebut. Terjadilah perang mulut tiga orang tersebut.

Ketua DPRD Kota Metro Anna Morinda lewat akun Facebook-nya mengucapkan apresiasi atas kepedulian masyarakat terhadap penggunaan kaos dengan logo terlarang tersebut. Terutama masyarakat yang memvideokan dan melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib.

Ia mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kapolres dan kasdim terkait masalah tersebut dan sedang dalam penanganan. Pihak berwajib sedang mendalami motif dari yang bersangkutan mengenakan kaos tersebut.

Ketua DPRD Kota Metro Anna Morinda mengapresiasi kerja polisi yang cepat tanggap terkait beredarnya video tersebut. Dalam akun FB Anna Morinda, isi statusnya:
"Assalammualaikum... atas nama dprd kota metro, kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas kepedulian masyarakat dg penggunaan kaos dg logo terlarang.khususnya masyarakat yg memvideo kan dan melaporkan ke pihak berwajib. Kordinasi terakhir dg kapolres dan kasdim kasus tersebut sdg dalam penanganan yg berwajib. Kt ketahui bersama Komunis dilarang negara dan berlawanan dg pancasila. Musuh SEMUA agama di Indonesia. Saat ini sdg di dalami motif dan lainnya. Mari bersama jaga agar metro tetap aman dan nyaman, jangan sampai main hakim sendiri (persekusi)atw berkembang pd hal yg lebih luas. Kt serahkan pd yg berwenang. T.kasih."
Pelarangan simbol palu arit dilakukan pasca pembantaian massal 500 ribu hingga jutaan jiwa warga Indonesia yang dianggap sebagai anggota dan/atau simpatisan PKI yang terjadi pada 1965. Pada tahun itu, bukan hanya simbol palu arit yang dilarang, tapi pemerintahan Orde Baru turut mengeluarkan larangan atas segala hal yang dianggap berkaitan dengan ajaran komunisme.
Larangan itu dituangkan dalam pasal 2 Tap MPRS No. XXV/1966 yang menyebutkan bahwa,
“Setiap kegiatan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan paham atau ajaran tersebut, dilarang.”
Namun, ketetapan tersebut mengizinkan segala kegiatan mempelajari secara ilmiah komunisme atau Marxisme-Leninisme, seperti di universitas.
Tapi kemudian, makna pelarangan ini meluas. Akhir-akhir ini aparat menangkap orang-orang yang memakai atribut palu arit, karena dianggap mewakili simbol PKI yang bahkan ketuanya, Dipa Nusantara Aidit, telah ditangkap dan ditembak mati pada 22 November 1965.
Lalu, apa tujuan pemerintah melakukan operasi penangkapan terhadap pihak-pihak yang dianggap mempromosikan komunisme ini?
PKI. Buletin sebuah ormas yang ada di Solo menentang upaya rekonsiliasi dengan korban Tragedi 1965. Foto oleh Ari Susanto/Rappler

PKI. Buletin sebuah ormas yang ada di Solo menentang upaya rekonsiliasi dengan korban Tragedi 1965. Foto oleh Ari Susanto/Rappler
Berikut obrolan singkat Rappler dengan Kepala Polisi RI Jenderal Badrodin Haiti, Selasa pagi, 10 Mei:
Apa yang saat ini dilakukan oleh polisi terkait kasus palu arit ini?
Kami sedang memproses secara hukum sesuai dengan Undang-Undang No. 27 tahun 1999 tentang perubahan kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Kenapa gambar ini dipermasalahkan kembali, kan PKI sudah lama bubar?
Sekarang begini, saya tanya, kalau muncul gambar palu arit apa yang ada di benak Anda?
Palu biasa dipakai tukang bangunan, dan arit alat untuk bertani.
PKI. Nah, apakah menyebarkan gambar palu arit itu termasuk mempromosikan atau mengembangkan paham Komunisme/Marxisme-Leninisme? Kalau ahli bilang masuk, bisa masuk ke kaidah pasal dalam Undang-Undang No. 27 tahun 1999. Ini UU kan produk era Reformasi bukan Orde Baru.
Sehingga masyarakat harus paham, itu tidak bisa seenaknya saja (menggunakan lambang palu arit). Kalau pemerintah memberikan ruang, itu bukan untuk mempromosikan.
Soal kemunculan atribut palu arit, apakah polisi juga mencari siapa yang pertama kali memproduksi ini? Jangan-jangan ada pihak tertentu yang ingin membuat kegaduhan?
Bisa saja. Tapi kami enggak bisa menyampaikan ke publik, karena belum ada fakta hukumnya kalau ada kecurigaan ini, oh ini ada yang memanfaatkan, ada yang menunggangi.
Tapi kemunculan atribut palu arit ini momennya pas sekali, setelah penyelenggaraan Simposium Nasional 1965, apa polisi tidak curiga?
Itu masih dalam proses penyelidikan. Ya tapi kita kan melihat begini, ada TAP MPRS yang melarang itu, ada UU yang melarang itu, ya harus sesuai dengan kaidah itu. Kita kan negara hukum, itu dilarang, tidak ada alternatif lain.
Tentu yang melarang itu yang mengeluarkan kebijakan, masyarakat melalui wakilnya di legislatif.
Ada yang bilang jangan mencampuradukkan ajaran Marxisme/Komunisme/Leninisme/PKI dan palu arit jadi satu, tidak selalu begitu, apa pendapat Anda?
Masyarakat apa tahu itu? Kita bisa berpikir, tapi apakah masyarakat bisa membedakan? Pokoknya tahunya itu komunis.
Adakah tindakan lain dari polisi untuk mengatasi kegaduhan palu arit ini?
Banyak. Beberapa waktu lalu di Mojokerto ada yang menyanyikan lagu Genjer-Genjer, ada radio lokal bahkan yang selalu memutar lagu itu, itu memberikan inspirasi untuk berkembangnya komunisme.

No comments:

Post a Comment

Copyright@Hery Kurniawan. Powered by Blogger.